Minggu, 27 Maret 2011

MACAM-MACAM HADIS DARI BERBAGAI TINJAUAN


PENDAHULUAN

Kata qudsi, sekalipun diartikan suci hanya merupakan sifat bagi hadis, demikian juga nama Rabbani dan Ilahi. Hadis marfu’ adalah hadis yang terangkat sampai kepada Rasulullah Saw atau menunjukkan ketinggian kedudukan beliau sebagai seorang Rasul.
Sebagian ulama memasukan hadis mawquf kedalam golongan hadis dha’if. Hadis mawquf sama dengan hadis marfu’ yakni ada yang shahih, ada yang hasan, dan dha’if. Walaupun mawquf shahih prda milanya tidak dapat dijadikan huajah, karena ia hanya perkatan atua perbuatan sahabat semata. Hadis muttashil/mawshul adalah hadis yang besambung sananya, baik periwayatan itu datang dari Nabi Saw ataupun dari seorang sahabat bukan dari tabi’in.


















MACAM-MACAM HADIS DARI BERBAGAI TINJAUAN

A.    Hadis dilihat dari sumber berita
Hadis dilihat dari sumber berita, dari siapa berita itu dimunculkan pertama kali terdapat empat macam, yaitu qudsi, marfu’, mawquf, dan, maqthu’. Secara umum dapat dikatakan jika sumber berita itu dari Allahdinamakan hadis qudsi, jika sumber berita datang dari nabi disebut hadis marfu’, jika datangnya sumber berita itu dari sahabat disebut hadis  mawquf, dan jika datangnya dari tabi’in disebut hadis maqthu’. Sumber berita utama di atas tidak dapat menentukan keshahihan suatu hadis sekalipun datangnya dari Allah atau nabi, karena tinjauan kualitas shahih, hasan dan dha’if tidak hanya dilihat dari segi sumber berita akan tetapi lebih dilihat dari sifat-sifat para pembawa berita.

1.      Hadis Qudsi
Pengertian hadis qudsi menurut bahasa  kata Al-qudsi nisbah dari kata al-quds القدس  yang diartikan “suci” (ath-thaharah dan at-tanzih). Hadis ini dinamakan suci (al-qudsi), karena didasarkan kepada Zat Tuhan yangMaha Suci. Atau dinisabahkan pada kata Ilah (Tuhan) makadisebut hadis Ilahi  dan atau dinisabahkan kepada Rabb (Tuhan), maka disebut pula hadis Rabbani.
Kata qudsi, sekalipun diartikan suci hanya merupakan sifat bagi hadis, demikian juga nama Rabbani dan Ilahi. Sandaran hadis kepada Allah tidak menunjukkan kualitas hadis. Oleh karena itu tidak semua hadis qudsi shahih tetapi ada yang shahih, hasan, dan dhai’if tergantung persyaratan periwayatan yang dipenuhinya, baik dari segi sanad atau matan. Menurut istilah hadis qudsi adalah:
مَا نُقِلَ اِلَيْنَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ اَسْنَادِهِ اِيَّاهُ اِلَى رَبِّهِ عَزَّوَجَلَّ

Sesuatu yang dipindahkan dari nabi Saw serta penyandarannya kepada Allah Swt.


Contoh hadis qudsi:
قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَأ يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَعَالَى أَنَّهُ ٌقَالَ: (أَنَا عِنْدَ ظَنَّ عَبْدِيْ بِي وَ أَنَا مَعَهُ حِيْنَ يَذْكُرُنِيْ فِي نَفْسِهِ ذكَرتُهُ فِي نَفْسِيْ وَاِنْ ذَكَرَنِيْ فِي مَلَاٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَاٍ خَيْرٌ مِنْهُ)
Artinya:
Sabda Rasulullah pada appa yang diriwayatkan dari Tuhannya, bahwasannya Dia berfirman: “saya menurut dugaan hamba-Ku pada-Ku dan aku bersamanya ketika ia ingat kepada-Ku, jika ia ingat kepada-Ku sendirian aku pun ingat kepadaya sedirian dan jika ia inagat kepadaku kepada kelompok/jama’ah aku pun iingat kepadanya pada kelompok.”

Hadis qudsi adalah hadis yang diriwayatkan  Nabi Saw swcara ahadi (itdak mutawatir) sandarannya kepada Allah. Pada umumnya di sandarkan kepada Allah karena Allah yang berfirman atau yang memunculkan berita atau terkadang disandarkan kepada Nabi Saw karena beliau yang membrikandari Allah, berbeda dengan Alqur’an yang hanya disandarkan kepada Allah.
Kalau dalam Allqur’an dikatakan:
قَالَ اللهُ  تَعَالَى: ..............
Allah berfirman:……………..
Berbeda dengan periwayat hadis qudsi, maka dikatakan:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَا يَرْوِيْ عَنْ رَبَّهِ تَعَالَى:.........
Rasulullah Saw bersabda pada apa yang diriwayatkan dari Tuhannya: ......
Para ulama berselisih pendapat tentang substansi sunnah, apakah sunnah seluruhnya wahyu apakah tidak? Pendapat pertama lebih kuat karena dipertegas oleh ayat Allah:
$tBur ß,ÏÜZtƒ Ç`tã #uqolù;$# ÇÌÈ ÷bÎ) uqèd žwÎ) ÖÓórur 4ÓyrqムÇÍÈ
Artinya:
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” ( Q.S. An-Najm [53]: 3-4)
Dan sabda Nabi Saw:
أَلَا وَ إَنِي أُوْ تِيْتُ الْكتَابَ وَ مِثْلَهُ مَعَهُ
Ingatlah dan sesungguhnya diberi al-Kitab (Alqur’an) dan sesamanya bersamanya.”  (H.R. Abu Dawud)
Banyak sekali hadis qudsi yang disampaikan secara wahyu dalam berbagai bentuk macam penyampaiannya, seperti dalam tidur, langsung kedalam hati, dan melalui llisan Malaikat.

2.      Hadis Marfu’
a.       Pengertian
Marfu’ menurut bahasa “yang di angkat” atau “yang di tinggikan”, ialah lawan kata makhfudh. Menurut ahli nahwu, marfu’ kalimat yang didepankan baris akhirnya atau di-dhommah-kanbaris akhirnya, seperti fa’il yang jatuh setelah fi’il seperti:  قَرَأَ عَلِيٌ الحَدِيْثَ  = Ali membaca hadis, ketika membaca baris dhommah suara dan tenaga lebih terangkat dari pada baris fathah dan  kasrah. Hadis marfu’ adalah hadis yang terangkat sampai kepada Rasulullah Saw atau menunjukkan ketinggian kedudukan beliau sebagai seorang Rasul. Menuut istilah sebagian ulama hadis ialah:
مَا اُ ضِيْفَ إِلَى النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَصَّةً مِنْ قَولِ اَوْ فِعْلِ اَوْ تَقْرِيْرِ سَوَاءٌ كَانَ مُتَّصِلاً أَوْ مُنْقَطِعًا اَوْ مُعْضَلاً
Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw secara khusus, baik perkataan, perbuatan, atau takrir, baik sanadnya itu muttasil (bersambung-sambung tidak putus-putus) maupun munqatthi’atau mu’dhal.
Sedangkan menurut ulama lain hadis marfu’ adalah:
Hadis yang dipindahkan dari Nabi Saw dengan menyandarkan dan mengangkat (merafa’kan) kepadanya.

b.      Contoh marfu’
1.      Contoh marfu’ qawli
Seperti yang di berikan oleh abu sa’id al-khudri ra berkata:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ : إِنَّ المُؤْمِنُ كَابُنْيَانِ يَشُدُّ بَضَهُ بَعْضًا
Artinya:
Telah bersabda Rasulullah Saw sesungguhnya yang orang beriman itu terhadap sesamanya sama dengan keadaan batu tembok, satu dengan yang lain saling mengika. (H.R. Al-Bukhori, Al-Muslim, At-tirmizi, dan An-Nasa’i)
2.      Contoh hadis marfu’ fi’li
Contoh hadis marfu’ fi’li (pekerjaan yang disandarkan krpada Nabi Saw ialah:
seperti perkataan Anas ra.
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَوِّي صُفُوْفَنَا, إِذَا قُمْنَا إلَى الصَّلاَةِ قَإَذَا استَوَيْنَا كَبَّرَ
Artinya:
Bahwa Nabi Saw membetulkan shaf-shaf kami apabila kami akan shalat. Maka setelah shaf itu lurus, barulah Nabi bertakbir.
3.      Contoh hadis marfu’ taqriri
Contoh hadis marfu’ taqriri (persetujuan Nabi) ialah seperti perkataan ibnu abbas:
كُنَّانُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ غُرُبِ الشِّمْسِ وَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرَا وَلَمْ يَامُرْنَا ولم ينهنا


Artinya:
Bahwa kami (para sahabat) bersambungnya dua rakaat setelah terbenamnya matahari (sebelum shalat Magrib). Rasulullah mlihat pekerjaan kami itu, beliau tidak menyuruh kami dan tidak mencegahnya. (HR. Muslim)
Beberapa contoh diatas menggambarkan ragam hadis marfu dalam berbagai aspernya yaitu yang meliputi, pertama marfu’ qawli kedua disebut marfu’ fi’li dan ketiga dinamai marfu’ taqriri

3.      Hadis Mauquf
a.       Pengertian
Mawquf menurut bahsa waqaf  artinya berhenti. Di dalam al-Qur’an terdapat tanda-tanda waqaf yang harus dipatuhi oleh si pembacanya. Barang waqaf berhenti tidak boleh di jual belikan kepada orang lain, karena amal Lillah Ta’ala  sampai hari kiamat tiba. Mawquf adalah barang yang dihentikan atau barang yang diwakafkan. Menurut pengertian istilah ulama hadis adalah:
مَا أُضيْفَ إَلَى الصَّحَابي مِنْ قَوْلِ او فعلِ او نحوِ ذلكَ مُتَّصَلاً كَانَ او مُنْقَطِعًا
Sesuatu yang sandarkan kepada sahabat, baik pekerjaan, perkataan, dan persetujuan, baik bersambung sanadnya maupun terputus.

b.      Contoh mawquf
Contoh mawquf qawli
قَالَ عَلِيُّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : حَدَّثُوْا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُوْنَ, أَتُرِيْدُوْنَ  أنْ يُكَذَّبَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ ؟
Artinya:
Ali bin abi thalib ra berkata: Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan apa yang mereka ketahui, apakah engkau menghendaki Allah dan Rasul-Nya di dustakan?  (HR. Al-Bkuhari)
وَاُمُّ ابْنُ عَبَّاسٍ وَهُوَ مَتَيَمَّمُ
Dan ummu ibnu Abbas sedangkan ia bertayamum.  (HR. Al-Bukhari)
Contoh mawquf taqriri
فَعَلْتُ كَذَا أَمَامَ أَحَدِ الصَّحَابَةِ وَلَمْ يَنْكِرْ عَلَّيَّ
Aku melakukan beginidi hadapan salah seorang sahabat dan ia tidak mengingkariku.

c.       Hukum mawquf
Sebagian ulama memasukan hadis mawquf kedalam golongan hadis dha’if. Hadis mawquf sama dengan hadis marfu’ yakni ada yang shahih, ada yang hasan, dan dha’if. Walaupun mawquf shahih prda milanya tidak dapat dijadikan huajah, karena ia hanya perkatan atua perbuatan sahabat semata. Tetapi jika diperkan oleh sebagian hadis sekalipun dha’if ia dapat di jadikan hujah sebagaimana hadis mursal karena secara substansial perbuatan sahabat adalah pengamalan sunnah. Demikan juga terkecuali apabila hadis mauquf dihukumi marfu’yang disebut dengan marfu’ hukmi. Maksudnya, dilihat dari lafalnya mawquf, tetapi dilihat dari maknanya adalah marfu’.

4.      Hadis Maqthu’
a.       Pengertian
Menurut bahasa kata maqthu’ berasal dari kata قَطَعَ يَقْطَعُ قَطْعًا قَاطِعٌ وَ مَقْطوْعٌ  bearti terpotong atau terputus lawal dari mawshul artinya bersambung. Kata terputus disini dimaksudkan tidak sampai kepada Nabi Saw ia hanya sampai kepada tabi’in saja. Menurut istilah hadis maqthu’ adalah sbb:
مَا أُضِيْفَ إِلَى التَّابِعِيّ أَوْ مَنْ دُوْنَةُ مِنْ قَوْلٍ اَوْ فِعْلٍ
Adalah sesuatu yang disandarkan kepada seorang tabi’iin atau orang setelahnya, baik dari perkataan atau perbuatan.
Dari pengertian diatas hadis maqthu’ dapat disimpulakan adalah sifat matan yang disandarkan kepada seorang seorang tabi’in atau seorang generasi setelahnya baik berupa  perkataan, perbuatan, dan persetujuan.

b.      Contoh hadis maqthu’
Contoh hadis maqthu’ qawli seperti kata Al-Hasan Al-Basri tentang shalat di belakang ahli bid’ah.
صَلّ وَعَلَيْهِ بِدْعَتُهُ
Shalatlah dan bid’ahnya atasnya. (HR. Al-Bukhari)
Contoh hadis maqthu’ fi’li sebagaimana perkataan Ibrahim bin Muhammad bin Al-Mutasyir.
كَانَ مَسْرُوْقٌ يُرْخِيْ السُّتْرَ  بَيْنَهُ وَبَيْنَ اَهْلِهِ, وَيَقْبَلُ عَلَى صَلَاتِهِ وَيُخَلِّيْهِيْم وَدُنْيَا هُمْ
Masruq memanjagkan selimut antara dia dan istrinya menerima shalatnya, bersunyi, dari mereka dan dunia mereka.

c.       Kehujahan maqthu’
Hadis maqthu’ tidak dapat dijadiakn hujah dalam hukum syara’ sekalipun shahih, karena ia bukan yang datang dari Nabi Saw. Dia hanya perkataan atau perbuatan sebagian atau salah seorang umat islam. Tetapi jika disana ada bukti-bukti kuat yang menunjukka kemarfu’annya maka dihukumi marfu’ murasl. Misalnya perkataan sebagai periwayat ketika menyebut tabi’i ia berkata: yarfa’uhu = ia marfu’kannya. Atau dalam ungkapan lain dapat dikatakan, perkataan tabi’in terkadang dipandang sebagai perkataan sahabat, apabila perkataan tersebut semata tidak dapat diperolah melalui ijtihad, sebagaimana perkataan sahabat yang dipandang tidak dapat di ijtihadkan juga dipandang sebagai perkataan Nabi sendiri.


B.     Hadis ditinjau dari persamaan sanad
1.      Hadis Muttashil/Maushul
Dari segi bahasa Muttashil isim fa’il dari kata اتَّصَلَ يَتَّصِلُ اتَّصَالًا فَهُوَ مُتَّصِلٌ  artinya yang bersambungan antonim dari munqathi’ yaitu yang terputus. Sebagian ulama menyebut hadis mawshul isim maf’ul dari kata وصل يصل وصلا وموصولا artinya bersambung. Dalam istilah hadis muttashil atau mawshul adalah:
مَا اتّصل سَنَدُهُ إلَى غَايَتِهِ سَوَاءٌ أكانَ مَوْفُوْعًا إلَى الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أمَّ مَوْقُوْفًا
Sesuatu yang bersambung sanadnya sampai akhir, baik marfu’ disandarkan kepada Nabi Saw maupun mawquf (disandarrkan kepasa seorang sahabat).
Hadis muttashil/mawshul adalah hadis yang besambung sananya, baik periwayatan itu datang dari Nabi Saw ataupun dari seorang sahabat bukan dari tabi’in.

2.      Hadis Musnad
Dari segi bahasa kata musnad dari kata أسند dengan makna أضاف أو نسب  artinya menyandarkan, menggabungkan, atau menisabkan مسند artinya disandarkan, digabungkan atau dinisabkan. Menurut istilah Hadis Musnad adalah:
مَا اتّصَلَ سَنَدُهُ مَرْفَوْعًا إلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Sesuatu yang bersambung sanadnya dan marfu’ disandarkan kepada Nabi Saw.
Hadis musnad adalah hadis yang bersambung sanad-nya dari awal sampai akhir, tetapi sandaranya hanya kepada Nabi Saw tidak pada sahabat dan tidak pula pada tabi’in. Perbedaannya terletak pada sandaranya, jika muttasil/mawshul sandarannya bisa kepada Nabi Saw dan bisa kepada seorang sahabat, sedangkan musnad sandarannya hanya kepada Nabi Saw (marfu’). Misalnya hadis periwayatan Al-Bukhari, dia berkata: memberitakan kepada kami Abdullah bin Yusufdari Malik dari Abu Az-Zanad dari Al-A’raj dari Abu Hurairah berkata: sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: إِذَا شَرِبَ الكَلْبُ فِيْ إنَاءِ أحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا
Jika anjing minum pada bejana salah satu kamu, maka basuhlah sebanyak tujuh kali (HR. Al-Bukhari)

C.    Hadis Ditinjau dari Sifat Sanad dan Cara Penyampaian Periwayatanya
1.      Hadis Mu’an’an
a.       Pengertian
Dari segi bahasa mu’an’an isim maf’ul dari kata عنعن يعنعن معنعن yang berarti dari kata ‘an = dari dan ‘an = dari. Menurut istilah hadis mu’an’an adalah.
Hadis yang disebutkan dalam sanadnya diriwayatkan oleh si fulan dari si  fulan, dengan tidak memyebutkan perkataan memberitakan, mengabarkan, dan atau mndengar.
           Jadi hadis mu’an’an adalah hadis yang dalam periwayatannya hanya menyebutkan sanad dengan kata ‘an fulan = dari si fulan, tidak menyebutkan ungkapan yang tegas bertemu dengan syekhnya, misalnya mengunakan kata haddatsana/ni = memberitakan kepada kami/ku, atau sami’tu = aku mendengar dan seterusnya yang menunjukkan bertemu (ittishal)

b.      Contoh hadis mu’an’an
حدّثنا الحسن بن  عرفة حدّثنا إسمعيل بن عيّاش عن يحي بن أبي عمرو السّيباني عن عبد الله بن الدّيلميّ قال سمعت عبد الله بن عمرو يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلّم يقول إنّ الله عز وجلّ خلق خلقه في ظلمة فألقى عليهم من نوره
Memberikan kepada kami Al-Hasan bin Arafah, memberikan kepada kami Ismail bin Iyas dari yahya bin abu amru Asy-Syahbani dari Abdullah bin Ad-Daylamiberkata: Aku mendengar Abdullah bin Amr, aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: Sesunggunya Allah Swt menciptakan makhluk-Nya dalam keadaan gelap (kebodohan) kemudia Dia sampaikan kepada mereka di antara cahaya-Nya (HR. At-Tirmizi)
2.      Hadis Muannan
a.        Pengetia
Menurut bahasa kata muannan ber asal dari kata أنّن يؤنّن مؤنّن artinyamenggunaka kata أن dan أن = bahwasannya, sesungguhnya .Menurut istilah hadis Muannan adalah.
Hadis yang dikatakan dalam sanadnya memberitakan kepada kami bahwasannya si fulan memberitaka kepadanya begini.

b.      Contoh hadis Muannan
حدّث ما لك عن اين شهاب أن سعيد بن المسيّب قال كذا
Memberitakan malik dari ibnu syihab bahwasannya sa’id bin al- musyyab berkata begini[1]


















KESIMPULAN

Hadis qudsi adalah hadis yang diriwayatkan  Nabi Saw swcara ahadi (itdak mutawatir) sandarannya kepada Allah. Pada umumnya di sandarkan kepada Allah karena Allah yang berfirman atau yang memunculkan berita atau terkadang disandarkan kepada Nabi Saw karena beliau yang membrikandari Allah, berbeda dengan Alqur’an yang hanya disandarkan kepada Allah. Hadis marfu’ adalah hadis yang terangkat sampai kepada Rasulullah Saw atau menunjukkan ketinggian kedudukan beliau sebagai seorang Rasul.
Mawquf adalah barang yang dihentikan atau barang yang diwakafkan. Jadi hadis mu’an’an adalah hadis yang dalam periwayatannya hanya menyebutkan sanad dengan kata ‘an fulan = dari si fulan, tidak menyebutkan ungkapan yang tegas bertemu dengan syekhnya, misalnya mengunakan kata haddatsana/ni = memberitakan kepada kami/ku, atau sami’tu = aku mendengar dan seterusnya yang menunjukkan bertemu (ittishal).















DAFTAR PUSTAKA

Majid Khon, Abdu. 2010.


[1] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadi, Amzah: Jakarta 2010, hal. 217-236

مخفوظات


مَنْ صَبَرَ ظَفِرَ
Barang siapa yang sabar maka beruntunglah ia.
مَنْ جَدَّ وَجَدَ
Barang siapa yang bersungguh-sungguh niscaya akan mendapat.
مَنْ سَارَ عَلَى الدَّرْبِ وَصَلَ
barang siapa yang berjalan pada jalannya maka sampailah ia.
العِلْمُ يَحْرُسُكَ وَالْمَالُ تَحْرُسُهُ
Ilmu yang menjagamu sedangkan harta engkau yang menjaganya.
العِلْمُ  كَبِيْرٌ وَ إنْ كَانَ حَدَثًا وَ الْجَاهِلُ صَغِيْرٌ وَإنْ كَانَ شَيْخًا
Orang yang berilmu itu besar walaupun ia kecil dan orang yang bodoh itu kecil walaupun ia sudah tua.
خَيْرُ الْأصْحَابِ مَنْ يَدُلُّكَ عَلَى الْخَيْرِ
Sebaik-baik teman itu adalah yang menunjukkan kepadamu kepada kebaikkan.
لَنْ تَرْجِعَ الْأيَّامُ  الَّتِي مَضَت
Tidak akan kembali hari-hari yang berlalu.
لَا تُؤَخِرْ عَمَلَكَ إلَى الْغَدِمَا تَقْدِرُ أنْ تَعْمَلُهُ الْيَوْمَ
Janganlah mengakhirkan pekerjaan hingga esok hari kamu dapat mengerjakannya.
أخِيْ لَنْ تَنَالَ الْعِلْمَ إلَّا بِسِتَةٍ سَأُنْبِيْكَ عَنْ تَفْصِيْلِهَا بِبَيَانٍ. ذَكَاءٌ, وَحِرْصٌ, وَإجْتِهَادٌ, وَدِرْهَمٌ, وَصُحْبَةُ الْأُسْتَاذِ, وَطُوْلُ زَمَانِ.
Saudaraku kamu tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara, saya akan jelaskan perkaranya dengan jelas.1) Kecerdasan 2) Ketamaan terhadap ilmu 3) Kesungguhan 4) Harta benda 5) Dekat dengan ustadz 6) Waktu yang panjang.
الْإِعْتِمَادُ عَلَى النَّفْسِ أسَاسُ النَّجَاحِ
Percaya diri adalah awal dari kesuksesan.
لَوْ لَا الْعِلْمَا لَكَانَ النَّاسُ كَاالْبَهَائِم
Seandainya tidak berilmu niscaya manusia itu seperti binatang.
فِي التَّأَنِى الَّلَامَةُ وَ فِي الْعَجَلَةِ تانَّدَامَة
Didalam berhati-hati adanya keselamatan dan didalam tergesah-gesah adanya penyesalan.